1. Grand Canyon
Grand Canyon adalah sebuah jurang tebing-terjal, diukir oleh Sungai Colorado, di utara Arizona. Jurang ini merupakan satu dari Tujuh Keajaiban Dunia dan sebagian besar berada di Taman Nasional Grand Canyon; salah satu taman nasional pertama di Amerika Serikat. Presiden Theodore Roosevelt merupakan salah satu pendukung utama wilayah Grand Canyon, mengunjunginya dalam beberapa kesempatan untuk berburu singa gunung dan menikmati pemandangan alam yang luar biasa.
Jurang ini, diciptakan oleh Sungai Colorado memotong sebuah selat selama jutaan tahun, panjangnya kira-kira 446 km, dengan lebar mulai dari 6 sampai 29 km dan dengan kedalaman lebih dari 1.600 m. Hampir dari 2000 juta tahun sejarah Bumi telah terpotong oleh Sungai Colorado dan anak sungainya lapis demi lapis sedimen ketika Dataran Tinggi Colorado mulai terangkat.
Grand Canyon pertama kali dilihat oleh orang Eropa pada 1540, García López de Cárdenas dari Spanyol. Ekspedisi saintifik pertama ke canyon ini dipimpin oleh Mayor AS John Wesley Powell pada akhir 1870-an. Powell menunjuk ke batuan sedimen yang terbuka di jurang sebagai “daun dalam buku cerita agung”. Namun, jauh sebelum masa itu, wilayah ini telah ditinggali oleh Penduduk Asli Amerika yang membangun tempat tinggal di tembok jurang ini
2. Great Barrier Reef/Karang Penghalang Besar
Great Barrier Reef adalah kumpulan terumbu karang terbesar dunia yang terdiri dari kurang lebih 3.000 karang dan 900 pulau, yang membentang sepanjang 2.600 km. Karang ini berlokasi di Laut Koral, lepas pantai Queensland di timur laut Australia. Sebagian besar wilayah karang ini termasuk bagian yang dilindungi oleh Taman Laut Karang Penghalang Besar (Great Barrier Reef Marine Park).
Karang Penghalang Besar (KPB) dapat dilihat dari luar angkasa dan kadang disebut sebagai organisme tunggal terbesar di dunia. Pada kenyataannya, ia terbentuk dari berjuta organisme kecil, dikenal dengan sebutan polip koral (coral polyp). KPB dipilih sebagai sebagai salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1981.
Kekayaan biodiversitasnya, perairannya yang hangat dan jernih, serta keterjangkauannya dari fasilitas terapung yang disebut live aboards, membuat karang ini menjadi tujuan pariwisata yang sangat populer, terutama bagi para penyelam scuba. Banyak kota di sepanjang pesisir pantai Queensland yang menawarkan wisata laut ke karang ini setiap harinya. Beberapa pulau kontinental juga telah berubah fungsi menjadi resor.
3. Mount Everest
Mount Everest adalah gunung tertinggi di dunia (jika diukur dari paras laut). Rabung puncaknya menandakan perbatasan antara Nepal dan Tibet puncaknya berada di Tibet. Gunung ini mempunyai ketinggian sekitar 8.850 m. Gunung ini mendapatkan nama bahasa Inggrisnya dari nama Sir George Everest. Nama ini diberikan oleh Sir Andrew Waugh, surveyor-general India berkebangsaan Inggris, penerus Everest. Puncak Everest merupakan salah satu dari Tujuh Puncak Utama di dunia.
4. Air Terjun Victoria
Air terjun Victoria merupakan salah satu air terjun paling spektakuler di dunia. Air terjun ini terletak di Sungai Zambezi, yang pada saat ini membentuk perbatasan antara Zambia dan Zimbabwe. Air terjun ini memiliki lebar kira-kira 1 mil (1,6 km), dengan ketinggian 128m (420 kaki).
David Livingstone, penjelajah Skotlandia, mengunjungi danau ini pada 1855 dan menamakannya atas nama Ratu Victoria, sedangkan nama lokalnya adalah Mosi-oa-Tunya, “asap menggelegar.” Air terjun ini merupakan bagian dari dua taman nasional, Mosi-oa-Tunya National Park di Zambia dan Victoria Falls National Park di Zimbabwe, dan juga Situs Warisan Dunia UNESCO. Air terjun ini merupakan obyek wisata utama di Afrika Selatan.
5. Northern Lights
Salah satu keajaiban dunia adalah Northern Lights atau dikenal juga dengan istilah Aurora Borealis. Kejaiban cahaya warna-warni ini terbentuk akibat interaksi lapangan magnetik di Bumi dengan partikel matahari.
6.Volkano Paricutín
Volkano Paricutín, adalah sebuah gunung berapi yang terdapat di negara bagian Michoacan, Meksiko. Sebelum tahun 1943 gunung berapi ini tidak ada, namun tiba-tiba terdapat aktivitas vulkanik yang mengakibatkan orang-orang di sekitar sana mengungsi, gunung muda itu terus bertambah tinggi, dalam sehari menjadi 50 meter dan saat ini aktivitasnya bisa dikatakan berhenti, dan ketinggian gunung mencapai 336 meter.
7. Pelabuhan Rio de Janeiro
Rio de Janeiro (bermakna “Sungai Januari” dalam bahasa Portugis) adalah ibu kota Negara Bagian Rio de Janeiro di Brasil bagian tenggara.Kota ini mempunyai luas sebesar 1.256 km² dan penduduk sekitar 6.150.000 juta jiwa (2004).Sekitar 10 juta orang tinggal di wilayah metropolitan Rio de Janeiro Raya, yang saat ini merupakan kota terbesar keempat di dunia.
Letak pelabuhan Rio De Janeiro sangat unik yaitu tepat berada di ujung muara sungai antara pertemuan laut dan sungai, selain kota pelabuhan kota tersebut juga mempunyai letak dan pemandangan geografis yang sangat indah, Brazil ditemukan dan dijajah oleh portugis pada tahun 1565 sehingga budaya , bahasa, kebiasaan, juga makanan mengacu kepada negara portugal yaitu karena adanya ikatan bathin antara dua negara tersebut.
nazionalisme
Kamis, 10 Februari 2011
10 Pulau Terindah di Dunia
10 Pulau Terindah di Dunia
Posted on June 12, 2010 by adhimaswijaya
Setiap pulau memiliki keunikan dan karakteristil masing-masing, Berikut ini adalah pulau-pulau terindah di dunia karena keunikannya dan banyaknya wisatawan yang berkunjung, semoga Indonesia dapat menjadikan dan mengelola pulaunya sehingga dikunjungi banyak wisatawan
Pertama (1st)
Usedom: The Singing Island
Germany
Though anchored to the German coast with bridges at both north and south ends (and a railway over the northern bridge), Usedom lies so far east that the eastern tip is actually part of Poland — you can walk down the beach from Ahlberg to the large commercial port of Swinoujscie. But it’s the German side that’s the tourist magnet, a beloved getaway since the early 19th century; Usedom has been nicknamed the “Bathtub of Berlin.” Usedom’s other nickname, “the singing island,” came about because the white sand of its 25-mile strand is so fine that it squeaks when you walk on it. A handful of nearby “wellness hotels” and thermal baths preserve old-world spa traditions. Landscaped garden promenades, open-air concert pavilions, and tree-lined side streets hark back to genteel seaside holiday traditions; each resort town also has a long pleasure pier extending into the Baltic, where you can still envision a parade of ladies with parasols and bustled dresses and gents in well-cut linen suits.
Kedua 2nd)
Bora Bora: Romantic Heaven on Earth
French Polynesia
Nothing says “ultimate honeymoon” quite like Bora Bora. The word is out — and has been for some time — about this French Polynesian island’s extraordinary natural beauty, and Bora Bora’s remoteness and high prices have kept the island’s luxurious mystique intact. Enchanting Bora Bora belongs to the exclusive, “so-preposterously-gorgeous-it-doesn’t-seem-natural” club of travel destinations. Even the most jaded globe-trotter duly drops his jaw when confronted with the spectacle of the lagoon and the iconic silhouette of Mount Otemanu in the background. Many visitors, in fact, never get farther than that perfect tableau of paradise, but excursions to the main island and its lofty interior are how you’ll get to the real heart of Bora Bora.
Ketiga 3rd)
Prince Edward Island: Beyond Green Gables
Canada
Sometimes all the Anne of Green Gables hoopla around Prince Edward Island gets to be a bit much. How can a century-old series of children’s books define an entire Canadian province? Drive around PEI’s low rolling hills blanketed in trees and crops, and that bucolic past celebrated in Lucy Maud Montgomery’s books makes sense after all. Beyond the jagged coast with its inlets and historic fishing villages, you’ll discover that small farms make up the island’s backbone. You can get in touch with the island’s Acadian heritage at the five Rusticos: the coastal villages of North Rustico, South Rustico, Rusticoville, Rustico Harbour, and Anglo Rustico. This inevitably brings you to Cavendish, the vortex of Anne of Green Gables country. You can see the farmstead that started it all, Green Gables, a solid white mid-19th-century farmhouse with green shutters (and, naturally, green gable points) that belonged to cousins of author Montgomery.
Keempat 4th)
Gorgona: Welcome to the Jungle
Colombia
It hasn’t taken long for nature to regain complete control of Gorgona Island. From the 1950s to the 1980s, this landmass in the Pacific was a maximum security prison — Colombia’s Alcatraz — but the facility was closed and declared a natural national park in 1985; the jail buildings are now overgrown with dense vegetation, complete with monkeys swinging from vine to vine. Gorgona is one of those places where the natural environment is almost comically inhospitable to humans. Visitors who come ashore at Gorgona today are strictly supervised, limited to groups of 80 at a time, and forbidden from wandering too far away from the coastline, for fear of encountering deadly critters. Gorgona shelters a wealth of endemic plant and animal species in its rainforests, including the small (and endangered) blue lizard of Gorgona. Gorgona also has some of the finest sandy beaches in Colombia, backed by palm trees and a thick curtain of green, letting you know that the creepy-crawly jungle is never far away on this island.
Kelima 5th)
Malta: Crossroads of the Mediterranean
Walking the streets of most any Maltese town, you get the vague sense that you’re in some kind of greatest hits of European architecture — a little London here, echoes of Paris there, maybe a touch of Rome in that baroque church facade. And it’s no wonder: the Phoenicians, the Carthaginians, the Romans, the knights of St. John, the French, and the British all swept in from their respective compass points and left indelible reminders of their conquests. Malta today is a modern and well-run island nation, with its illustrious laurels of history on full view. The walled city of Mdina, on Malta proper, is superbly evocative of the island’s medieval era. Descendants of the noble families — Norman, Sicilian, and Spanish — that ruled Malta centuries ago still inhabit the patrician palaces that line the shady streets here. In summer, the coastal resort towns of Sliema and St. Julian’s, just outside Valletta, come alive with holidaymakers and yacht-setters, and the cafe-filled promenades fronting the teal sea are the epitome of the Mediterranean good life.
Keenam:(6th)
Lamu: Exotic Enclave
Kenya
Just 2 degrees south of the Equator, off the east coast of Kenya, Lamu is a place that seems stuck in time. For centuries, it was a bustling Indian Ocean port of call and an important link in the spice trade; that atmosphere is totally palpable here today. Lamu is like an exotic stage set that also happens to have amazing beaches. The streets of Lamu are quiet, cool, and car-free, lined with thick-walled white stone buildings, their arches and decorative cutouts evoking the centuries of Muslim influence here; Lamu was founded by Arab traders in the 1400s. The entire island has one proper town — the busy Lamu Town, which, as the oldest and best-preserved Swahili settlement in East Africa, is a UNESCO World Heritage Site. Monuments here include the turreted Lamu Fort and Riyadha Mosque (both from the 19th Century), but the most interesting sights are the much more ancient, nameless traditional houses, some of which date back to Lamu Town’s 14th-century foundations.
Ketujuh 7th)
Isla Grande de Tierra del Fuego: El Fin del Mundo
Argentina and Chile
Several centuries ago, the only inhabitants of the southern extremity of South America were the native Yahgan Indians. To survive in the inhospitable climate of this land, the Yahgans made ample use of fire. The campfires continuously burning here were so numerous and so bright that when the first Europeans to explore the region saw them from the sea, they called the whole place Tierra del Fuego (“Land of Fire”). Today, the name Tierra del Fuego applies to the group of islands that make up the southern tips of both Argentina and Chile. Isla Grande — as its name suggests — is the largest landmass in the archipelago, with territories belonging to both those countries. Not far from Isla Grande, though it’s actually a separate small island in the Tierra del Fuego group, is the real southernmost tip of South America and one of the most fabled sites in the story of seafaring: Cape Horn. Before the opening of the Panama Canal in 1914, rounding “the Horn” was the only way for ships to get between the Atlantic and the Pacific Oceans, and its hostile waters were — and still are — notorious for the challenges they posed to sailors. Strong winds and currents, enormous waves, and even icebergs sent many a seaman to his watery grave.
Kedelapan:(8th0
Isla Grande de Tierra del Fuego: El Fin del Mundo
Argentina and Chile
Several centuries ago, the only inhabitants of the southern extremity of South America were the native Yahgan Indians. To survive in the inhospitable climate of this land, the Yahgans made ample use of fire. The campfires continuously burning here were so numerous and so bright that when the first Europeans to explore the region saw them from the sea, they called the whole place Tierra del Fuego (“Land of Fire”). Today, the name Tierra del Fuego applies to the group of islands that make up the southern tips of both Argentina and Chile. Isla Grande — as its name suggests — is the largest landmass in the archipelago, with territories belonging to both those countries. Not far from Isla Grande, though it’s actually a separate small island in the Tierra del Fuego group, is the real southernmost tip of South America and one of the most fabled sites in the story of seafaring: Cape Horn. Before the opening of the Panama Canal in 1914, rounding “the Horn” was the only way for ships to get between the Atlantic and the Pacific Oceans, and its hostile waters were — and still are — notorious for the challenges they posed to sailors. Strong winds and currents, enormous waves, and even icebergs sent many a seaman to his watery grave.
Kesembilan 9th)
Mauritius: Sophisticated Paradise
Isolated in the Indian Ocean, 1,243 miles east of mainland Africa, Mauritius may be tiny, but there’s never a shortage of things to do. With a coastline ringed by coral reefs, and calm, clear, shallow lagoon waters, the island is ideal for all sorts of water sports; the unspoiled interior offers sights of spectacular natural beauty as well. Tourism on Mauritius is a relatively new phenomenon, however, and so far it’s definitely geared toward the higher-end traveler. Mauritius today is an amalgam of Creole, Indian, Chinese, and French peoples (there was never an indigenous population), with Creole and French the dominant flavors. Its most famous resident, however, may have been the flightless dodo bird, a rare species discovered here by the first Dutch visitors and soon driven to extinction by the settlers’ wild pigs and macaques.
Kesepuluh:(10th)
Ile Sainte-Hélène & Ile Notre-Dame: Beaucoup Recreation
Montreal, Canada
Montreal’s richest repositories of recreational opportunities are its two playground islands in the middle of the St. Lawrence River, Ile Sainte-Hélène and Ile Notre-Dame. Developed for Montreal’s Expo 67, they remain prime destinations for the 21st century. Ile Sainte-Hélène has long been a fixture in Montreal’s history. Following the War of 1812, defenses such as a fort, a powder house, and a blockhouse were built here to protect the city. The island was converted into parkland in 1874, but Ile Sainte-Hélène returned to military duty in World War II. Conversely, Ile Notre-Dame was built entirely from scratch, using 15 million tons of rocks excavated for tunnels for the Montreal Metro in 1965. The La Ronde Amusement park was built on Sainte-Hélène for the exposition; operated today by Six Flags, it offers world-class roller coasters and thrill rides. Most of the Expo 67 pavilions were dismantled in the years following the fair; the pavilions of France and Quebec became Ile Notre-Dame’s Montreal Casino and the American pavilion became Ile St. Helene’s Biosphere attraction, which has exhibits on environmental issues.
The next on :
The most beautiful island
Bali, Indonesia
The Island of Bali in Indonesia is an Ultimate Island and a perfect holiday destination for people who are seeking adventure and a totally relaxing moment. Bali has earned itself a long string of plaudits, including the “Morning of the World,” “Island of the Gods” and the “Last Paradise on Earth.” Although it has undergone much development, most of the island still deserves those appellations. Its natural beauty, the colorful Balinese Hindu festivals and the friendliness of the people lure vacationers here again and again. The Bali Island is the most popular and world renowned vacation paradise in Indonesia since year after year, this island is voted by the readers of all major travel magazines. The Island of Bali is most enchanting and amazing travel and holiday destination in the whole world.
Bali Island: The Perfect Tropical Holiday Destination
The Island of Bali in Jakarta Indonesia offers a wide range of attraction to tourist, visitors and adventure seekers. This island is highly regarded by tourist and visitors as the “Ultimate Island” because of its physical beauty and the climate is very pleasant all year-round. This perfect island holiday destination is also offering various and different customs to tourist. The Island of Bali has many amusements available for visitors and tourist. There are also many inland and offshore attractions. But there are also many attractions that rise every now and then because of the number of tourist and visitors that want them. Tourist especially Americans, Europeans and Australians like to be here in this tropical island of Bali because of the unique blend of modern facilities combined with traditional of past heritage.
Tropical Island of Bali Indonesia Tourist Spot
Beautiful Beaches and Lakes
The Island of Bali is blessed with world class white sand beautiful beaches and beautiful nature. The endless sand beaches enveloped most of Bali’s shores where silvery waves. The beaches of The Island of Bali are amazing and magnificent. From the stretch of sand in Kuta, fenced far in the South by the runway of Denpasar International Airport; the peaceful elegance of Nusa Dua; the mysterious quietness and somberness of Candidasa, as a temple dedicated to the sea goddess submerges; to the spectacular sunsets of Lovina in the North. Since we are speaking of beaches, there is one attraction that the beaches of Bali that attracts most to the adventurers and especially the surfers, the waves. The Tropical Island of Bali is one of the beat surfing destination in the world. Experienced surfers around the world come here to Bali Island to challenge the great and wildest waves. Not only the sea that gives attraction in Bali Island but also Lakes. There are four lakes in Bali. Lake Batur, the old crater of Mount Batur, is the largest. Kintamani offers an excellent panoramic view of the lake, and the lake itself effectively fences in the Bali Aga people in Trunyan. Lake Bratan, the second largest, is near the town of Bedugul. Lake Buyan and Lake Temblingan are also near.
Bali Island World Class Beach Resort
Bali Island Water Sports
Bali Island has many exciting activities to offer especially watersports. Since This tropical island paradise has a tropical climate all year round, this island is good for diving and watersports. There are lots of diving operators that operate in Bali. The popular watersports that Bali Island has to offer to tourist are kiteboarding, kitsurfing, surfing, diving, offshore rafting and many more. The white water rafting is the most popular waterport here in Bali and the offshore rafting or ocean rafting comes next.
Bali Ultimate Island Vacation Paradise
Bali Island Surfing and Diving
The Tropical Island of Bali is an island paradise that is surrounded by crystal clear blue water. Here in Bali Island, there is an all year long sunshine and it gives a very good chance of many offshore attractions. The Island of Bali is also popular for diving and snorkeling in which are among the major attractions in Bali. Experienced and novice divers around the globe will experience and many underwater marine creatures such as beautiful and colorful coral reefs and tropical fish. Bali diving sites offers a lot of beginners and professional divers. There are abundant soft and ahrd coral reefs with a variety of marine life such as dolphins, rays, turtle, sea snakes and moray eels. There are many unexplored, unexploited and uninhibited dive sites in Bali that are also best in diving. The waters of the Tropical Island of Bali is offering magnificent waves that is perfect for surfing. Surfing in Bali Island is introduced by Australian surfers in the 60’s. Because of the good tropical climate in Bali, surfers can surf everyday. Out-standing reef breaks are found in Kuta and Sanur. Sanur reef is a real pleasure because, here you will find a tube-forming wave that will carry you back to the seashore and in this way.
Kamis, 20 Januari 2011
nazionalisme
Nasionalisme
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris “nation”) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa “kebenaran politik” (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu “identitas budaya” debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah sumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu.
Para ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional sosialisme, pengasingan, dan sebagainya.
Beberapa Bentuk Nasionalisme
Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan Negara) yang populer berdasarkan pendapat warga negara, etnis, budaya, keagamaan dan ideology. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen tersebut.
Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, “kehendak rakyat”, “perwakilan politik”. Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-jacques rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudul Du Contact Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia “mengenai kontrak sosial”).
Nasionalisme Etnis adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johan Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk “rakyat”).
Kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik. Misalnya “Grimm Bersaudara” yang dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman.
Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya “sifat keturunan” seperti warna kulit, ras, dan sebagainya.
Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah ’national state’ adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa adalah Nazisme, serta nasionalime Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Fransquisme sayap kanan di Spanyol, serta sikap ’ Jacobin ’ terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri Prancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang demi mewujudkan hak kesetaraann ( equal rights ) dan lebih otonomi untuk golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika.
Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama.
Nasionalisme merupakan sebuah penemuan sosial yang paling menakjubkan dalam perjalanan sejarah manusia, paling tidak dalam seratus tahun terakhir. Tak ada satu pun ruang sosial di muka bumi yang lepas dari pengaruh ideologi ini. Tanpa nasionalisme, lajur sejarah manusia akan berbeda sama sekali. Berakhirnya perang dingin dan semakin merebaknya gagasan dan budaya globalisme (internasionalisme) pada dekade 1990-an hingga sekarang, khususnya dengan adanya teknologi komunikasi dan informasi yang berkembang dengan sangat akseleratif, tidak dengan serta-merta membawa lagu kematian bagi nasionalisme.
Zernatto (1944), kata nation berasal dari kata Latin natio yang berakar pada kata nascor ’saya lahir’. Selama Kekaisaran Romawi, kata natio secara peyoratif dipakai untuk mengolok-olok orang asing.
Kaca mata etnonasionalisme ini berangkat dari asumsi bahwa fenomena nasionalisme telah eksis sejak manusia mengenal konsep kekerabatan biologis. Dalam sudut pandang ini, nasionalisme dilihat sebagai konsep yang alamiah berakar pada setiap kelompok masyarakat masa lampau yang disebut sebagai ethnie (Anthony Smith, 1986), suatu kelompok sosial yang diikat oleh atribut kultural meliputi memori kolektif, nilai, mitos, dan simbolisme.
Nasionalisme lebih merupakan sebuah fenomena budaya daripada fenomena politik karena dia berakar pada etnisitas dan budaya pramodern. Kalaupun nasionalisme bertransformasi menjadi sebuah gerakan politik, hal tersebut bersifat superfisial karena gerakan-gerakan politik nasionalis pada akhirnya dilandasi oleh motivasi budaya, khususnya ketika terjadi krisis identitas kebudayaan. Pada sudut pandang ini, gerakan politik nasionalisme adalah sarana mendapatkan kembali harga diri etnik sebagai modal dasar dalam membangun sebuah negara berdasarkan kesamaan budaya (John Hutchinson, 1987).
Perspektif etnonasionalisme yang membuka wacana tentang asal-muasal nasionalisme berdasarkan hubungan kekerabatan dan kesamaan budaya.
Bahwa nasionalisme adalah penemuan bangsa Eropa yang diciptakan untuk mengantisipasi keterasingan yang merajalela dalam masyarakat modern (Elie Kedourie, 1960). Nasionalisme memiliki kapasitas memobilisasi massa melalui janji-janji kemajuan yang merupakan teleologi modernitas. Nasionalisme dibentuk oleh kematerian industrialisme yang membawa perubahan sosial dan budaya dalam masyarakat. Nasionalismelah yang melahirkan bangsa.
Nasionalisme berada di titik persinggungan antara politik, teknologi, dan transformasi sosial.
Pemahaman komprehensif tentang nasionalisme sebagai produk modernitas hanya dapat dilakukan dengan juga melihat apa yang terjadi pada masyarakat di lapisan paling bawah ketika asumsi, harapan, kebutuhan, dan kepentingan masyarakat pada umumnya terhadap ideologi nasionalisme memungkinkan ideologi tersebut meresap dan berakar secara kuat (Eric Hobsbawm, 1990).
Nasionalisme hidup dari bayangan tentang komunitas yang senantiasa hadir di pikiran setiap anggota bangsa yang menjadi referensi identitas sosial.
Imagined Communities, Anderson berargumen bahwa nasionalisme masyarakat pascakolonial di Asia dan Afrika merupakan hasil emulasi dari apa yang telah disediakan oleh sejarah nasionalisme di Eropa.
Menurut Plamenatz, nasionalisme Barat bangkit dari reaksi masyarakat yang merasakan ketidaknyamanan budaya terhadap perubahan-perubahan yang terjadi akibat kapitalisme dan industrialisme. Namun, Partha Chatterjee memecahkan dilema nasionalisme antikolonialisme ini dengan memisahkan dunia materi dan dunia spirit yang membentuk institusi dan praktik sosial masyarakat pascakolonial. Dunia materi adalah "dunia luar" meliputi ekonomi, tata negara, serta sains dan teknologi.
Dunia spirit, pada sisi lain, adalah sebuah "dunia dalam" yang membawa tanda esensial dari identitas budaya. nasionalisme masyarakat pascakolonial mengklaim kedaulatan sepenuhnya terhadap pengaruh-pengaruh dari Barat.
Dunia Spirit tidaklah statis melainkan terus mengalami transformasi karena lewat media ini masyarakat pascakolonial dengan kreatif menghasilkan imajinasi tentang diri mereka yang berbeda dengan apa yang telah dibentuk oleh modernitas terhadap masyarakat Barat.
penekanan dunia spirit dalam masyarakat pascakolonial adalah bentuk respons mereka terhadap penganaktirian dunia spirit oleh peradaban Barat.
ORIENTASI spiritualitas Timur mengilhami lahirnya konsep Pancasila yang dilontarkan oleh Soekarno kali pertama dalam rapat BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Dalam pidatonya, Soekarno mengklaim bahwa Pancasila bukan hasil kreasi dirinya, melainkan sebuah konsep yang berakar pada budaya masyarakat Indonesia yang terkubur selama 350 tahun masa penjajahan.
Pancasila merupakan hasil kombinasi dari gagasan pemikiran yang diimpor dari Eropa, yakni humanisme, sosialisme, nasionalisme, dikombinasikan dengan Islamisme yang berasal dari gerakan Islam modern di Timur Tengah.
apropriasi konsep-konsep Barat yang secara retoris direpresentasikan sesuatu yang berakar pada budaya lokal. Ini menjadi jelas terlihat jika kita mengamati konsep gotong-royong yang oleh Soekarno disebut sebagai inti dari Pancasila, tetapi jika ditelusuri ke belakang merupakan hasil konstruksi politik kolonialisme (John Bowen, 1986).
Nasionalisme Indonesia berakar secara "alami" pada budaya lokal tidak memiliki landasan historis yang cukup kuat. Dari sini kita bisa mengambil satu kesimpulan, yang tentunya masih dapat diperdebatkan, bahwa Indonesia baik sebagai konsep bangsa maupun ideologi nasionalisme yang menopangnya adalah produk kolonialisme yang sepenuhnya diilhami oleh semangat modernitas di mana budaya Barat menjadi sumber inspirasi utama.
Nasionalisme sebagai imajinasi kolektif menjadi kabur dan tidak lagi memadai untuk mengamati bagaimana wacana nasionalisme beroperasi dalam relasi kekuasaan.
Nasionalisme berada dalam sebuah relasi antara negara dan masyarakat yang menyediakan kekuasaan yang begitu besar dalam mengendalikan negara (John Breuilly, 1994).
Nasionalisme tidak lagi menjadi milik publik, melainkan hak eksklusif kaum elite nasionalis yang dengan otoritas pengetahuan mendominasi wacana nasionalisme.
Nasionalisme berevolusi menjadi alat manufacturing consent untuk melegitimasi kepentingan-kepentingan ekonomi politik kelompok elite nasionalis. nasionalisme menjadi arena ekspresi sosial dan budaya masyarakat yang demokratis.
Langganan:
Postingan (Atom)